04 April 2011

Bangunan Petra

1. Pengenalan Petra
The Red Rose City
Petra (dari πέτρα petra, "batu" dalam bahasa Yunani; bahasa Arab: البتراء, al-Bitrā) adalah sebuah situs arkeologikal di Yordania, terletak di dataran rendah di antara gunung-gunung yang membentuk sayap timur Wadi Araba, lembah besar yang berawal dari Laut Mati sampai Teluk Aqaba.Dalam bahasa Yunani, “Petra“ berarti kota dari batu. Daerah ini menjadi ibu kota serta tempat pertahanan Kerajaan Nabatean sejak abad ke 4 SM sampai abad ke 2 M. Semua peninggalan bangunan dan makam di tempat ini dipahat pada Bukit Tebing Batu berwarna kemerah-merahan. Itulah sebabnya tempat ini pun dikenal sebagai “The Red Rose City”.

2. Sejarah Petra

Pahatan bangunan dalam Gunung
Kerajaan Romawi menaklukkan tempat ini pada tahun 106 M dan dijadikan salah satu dari propinsi Romawi. Kota ini sendiri terus berkembang di abad ke 2 and ke 3 M, sampai kota saingan mereka, Palmyra mengambil alih sebagian besar kegiatan perdagangan Petra, sehingga kota ini pun menurun kegiatan perdagangannya. Pada abad ke 7 tempat ini ditaklukkan oleh Muslim, dan pada abad ke 12 ditaklukkan juga oleh Pejuang Salib.

500 tahun setelah dibangunnya kota Petra sebagai kota perdagangan, yaitu sekitar abad ke 4 masehi, orang-orang Kristen Bizantium juga datang ke Petra. Athanasius Agung (Bapa Gereja Awal) menyebutkan dalam salah satu tulisannya bahwa Uskup Petra saat itu bernama Asterius. Bahkan ditemukan bukti bahwa salah satu bekas makam di tempat ini dijadikan Gereja.

Kekristenan di Petra hilang semenjak datangnya Islam ke tempat ini pada tahun 629-632. Para pejuang Perang Salib juga menaklukkan tempat ini, dibawah pimpinan Raja Baldwin I dari Kerajaan Jerusalem.Dan pada akhirnya kota ini hanya menjadi reruntuhan saja.

Di abad ke-14 Masehi, sebuah masjid dibangun di sini dengan kubah berwarna putih yang terlihat dari berbagai area di sekitar Petra. Harun tiba di wilayah Yordania sekarang ketika mendampingi Nabi Musa membawa umatnya keluar dari Mesir dari kejaran Raja Fir'aun.

Di abad ke-1 Sebelum Masehi, Kerajaan Nabataea yang kaya dan kuat, menjangkau wilayah Damaskus di utara dan Laut Mati di selatan. Saat itu, Petra telah didiami sekitar 30 ribu penduduk. Di masa itulah dibangun kuil agung.

Tahun 100-an Masehi, Romawi pernah menguasai wilayah ini. Arsitektur di Petra pun terpengaruhi arsitektur Romawi.

Pada 600 Masehi di Petra dibangun gereja. Abad ke-7 Masehi, Islam hadir, dan pada abad ke-14, makam Nabi Harun di Jabal Harun menjadi tempat keramat dari umat Islam, selain kaum Yahudi dan Kristiani.

Saat berusia 10 tahun, Nabi Muhammad pernah berkunjung ke gunung ini bersama pamannya.

Setelah Perang Salib di abad ke-12, Petra sempat menjadi 'kota yang hilang' selama lebih dari 500 tahun (lost city). Hanya penduduk lokal (suku Badui) di wilayah Arab yang mengenalnya.

3. Letak dan Posisi Petra
Petra di Yordania, adalah situs purbakala. Petra dikelilingi gunung. Di sini ada gunung setinggi 1.350 meter dari permukaan laut. Inilah kawasan tertinggi di areal ini yang disebut Gunung Harun (Jabal Harun) atau Gunung Hor atau El-Barra.

Posisi Petra dalam Ukiran pada Gunung-gunung
Gunung Harun paling sering dikunjungi orang. Para pengunjung percaya, di puncak Jabal Harun inilah, Nabi Harun meninggal dan dimakamkan oleh Nabi Musa.

- Al-Khazneh (The Treasury)
Al-Khazneh atau The Treasury, adalah satu dari sekian banyak bangunan di kompleks pra-sejarah Petra di Jordan. Namun demikian, Al-Khazneh adalah yang paling populer, antara lain karena pernah dijadikan lokasi cerita Tintin - Hiu2 Laut Merah dan setting film Indiana Jones dan Mummy The Return. Selain itu, Al-Khazneh adalah bangunan yang paling utuh dibanding bangunan2 lain kompleks ini.

Al-Khazneh awalnya merupakan makam dari seorang raja Nabatean pada 100 tahun sebelum Masehi. Namun kemudian digunakan sebagai kuil untuk pemujaan.

The Treasury ‘Petra' terletak kira-kira 100 km sebelah Selatan Amman adalah merupakan salah satu dari keajaiban dunia yang di release baru-baru ini.

Tak jauh dari Amman juga terdapat Kuil Hercules juga Goa Ashabul Kahfi.

4. Pembangunan Petra
Petra adalah kota yang didirikan dengan memahat dinding-dinding batu di Yordania. Petra berasal dari bahasa Yunani yang berarti 'batu'. Petra merupakan simbol teknik dan perlindungan.

Kata ini merujuk pada bangunan kotanya yang terbuat dari batu-batu di Wadi Araba, sebuah lembah bercadas di Yordania. Kota ini didirikan dengan menggali dan mengukir cadas setinggi 40 meter.

Didalam bangunan petra Terdapat juga sebuah teater (gedung pertemuan/pertunjukan) yang mampu menampung 4.000 orang. Kini, Istana Makam Hellenistis yang memiliki tinggi 42 meter masih berdiri impresif di sana.

Tekstur Batu Petra
Petra merupakan ibukota kerajaan Nabatean. Didirikan sembilan tahun sebelum Masehi sampai dengan tahun ke-40 M oleh Raja Aretas IV sebagai kota yang sulit untuk ditembus musuh dan aman dari bencana alam seperti badai pasir.

Kompleks Bangunan Petra
Suku Nabatean membangun Petra dengan sistem pengairan yang luar biasa rumit. Terdapat terowongan air dan bilik air yang menyalurkan air bersih ke kota, sehingga mencegah banjir mendadak. Mereka juga memiliki teknologi hidrolik untuk mengangkat air.
Reruntuhan Teater Petra
Terdapat juga sebuah teater yang mampu menampung 4.000 orang. Kini, Istana Makam Hellenistis yang memiliki tinggi 42 meter masih berdiri impresif di sana.

5. Penduduk Petra Terdahulu
Penghuni asli Petra, orang Nabatean (Arab = Al-Anbaat), adalah para pedagang dari daerah selatan Jordania, Kanaan dan bagian utara semenanjung Arab di masa kuno. Asal usul sebenarnya dari orang Nabatean tidak terlalu jelas, mereka dikenal sebagai suku pengembara yang berkelana ke berbagai penjuru dengan kawanan unta dan domba.. Beberapa pendapat mengatakan keberadaan orang Nabatean di Petra (Sela) yang sebelumnya adalah ibukota Kerajaan Edom adalah karena migrasi orang Edom ke daerah Judea yang kosong (akibat orang Yahudi di Judea saat itu yang dibuang ke Babilonia oleh Raja Nebukadnezar), sehingga orang Nabatean sendiri mengambil alih kota Petra, dan mulai tinggal serta mengembangkan kerajaan di tempat ini. Namun ada yang berpendapat Bangsa Nabatea adalah orang-orang berbahasa Arab yang masuk ke kawasan selatan Jordania pada 6–7 abad sebelum Masehi. Mereka bermigrasi dari Jazirah Arab. Dalam perkembangannya, bangsa itu menjadi besar.

Tampilan dalam Ruangan Petra
Pada 4 abad sebelum Masehi hingga abad pertama Masehi, Petra menjadi ibu kota bangsa Nabatea. Kota batu yang tersembunyi di balik dinding-dinding cadas itu pun menjadi pusat transit kereta dagang. Pada masa jaya itu, Petra dihuni lebih dari 30 ribu jiwa. Mereka tinggal di rumah-rumah batu yang hingga kini keindahannya masih bisa disaksikan pengunjung.

Orang Nabatean menyembah dewa dewi Arab sebelum masa Islam, serta juga mereka mendewakan raja-raja mereka yang sudah mati. Warga Petra awal adalah penyembah berhala. Dewa utama mereka adalah Dushara (Dzu as-Shara/Dusares}, yang disembah dalam bentuk batu berwarna hitam dan berbentuk tak beraturan. Dushara disembah berdampingan dengan dewi Uzza, Allat dan Manah. Banyak patung-patung dipahat di dinding tempat ini untuk menggambarkan dewa dewi mereka. Salah satu raja mereka yang paling besar yang didewakan adalah Obodas I ( yang didewakan setelah kematiannya ). Bangunan yang paling terkenal di Petra (Treasury of Petra) yang dibangun pada awal abad I sebelum masehi didedikasikan kepada raja ini.

Mereka sangat mahir dalam membuat tangki air bawah tanah untuk mengumpulkan air bersih yang bisa digunakan saat mereka bepergian jauh. Sehingga, di mana pun mereka berada, mereka bisa membuat galian untuk saluran air guna memenuhi kebutuhan mereka akan air bersih.

Di akhir abad ke-4 Sebelum Masehi, berkembangnya dunia perdagangan membuat suku Nabatean memberanikan diri mulai ikut dalam perdaganan dunia. Mereka berdagang parfum dari Arab, sutra dari Tiongkok, dan rempah-rempah dari India. Komoditas tersebut lantas dijual ke Gaza dan Alexandria (Mesir). Rute perdagangan dunia mulai tumbuh subur di bagian selatan Yordania dan selatan Laut Mati. Mereka lalu memanfaatkan posisi tempat tinggal mereka yang strategis itu sebagai salah satu rute perdagangan dunia.

Suku Nabatean akhirnya bisa menjadi para saudagar yang sukses, dengan berdagang dupa, rempah-rempah, dan gading yang antara lain berasal dari Arab bagian selatan dan India timur.

- Perkembangan Kehidupan Penduduk Petra
Letak yang strategis untuk mengembangkan usaha dan hidup, serta aman untuk melindungi diri dari orang asing itulah alasan suku Nabatean memutuskan untuk menetap di wilayah batu karang Petra.

Untuk mempertahankan kemakmuran yang telah diraih, mereka memungut bea cukai dan pajak kepada para pedagang setempat atau dari luar yang masuk ke sana. Suku Nabatean akhirnya berhasil membuat kota internasional yang unik dan tak biasa.

Pada awalnya Petra dibangun untuk tujuan pertahanan. Namun belakangan, kota ini dipadati puluhan ribu warga sehingga berkembang menjadi kota perdagangan karena terletak di jalur distribusi barang antara Eropa dan Timur Tengah.

Pada tahun 106 Masehi, Romawi mencaplok Petra, sehingga peran jalur perdagangannya melemah. Sekitar tahun 700 M, sistem hidrolik dan beberapa bangunan utamanya hancur menjadi puing. Petra pun perlahan menghilang dari peta bumi saat itu dan tinggal legenda.

Barulah pada tahun 1812, petualang Swiss, Johann Burckhardt memasuki kota itu dengan menyamar sebagai seorang muslim. Legenda Petra pun meruak kembali di zaman modern, dikenang sebagai simbol teknik dan pertahanan.

6. Kemunduran Petra
Kebesaran Petra sebenarnya mulai turun pada sekitar tahun 30 Masehi. Itu terjadi saat Kaisar Augustus membangun jalur perdagangan melalui Laut Merah yang menghubungkan Mesir dan Jazirah Arab.
Saat pemerintahan Romawi, pada awal abad kedua, Petra juga terpinggirkan. Sebab, kaisar Romawi kala itu menjadikan Basra di Syria sebagai ibu kota Provinsi Arabia. Di era Bizantium, Petra menjadi kota keuskupan wilayah Palestina Tertia. Beberapa gempa yang terjadi pada abad ke-4 kian membuat merana Petra. Sejatinya, Petra sempat dijadikan benteng oleh pasukan Perang Salib. Namun, saat pasukan Perang Salib dipukul mundur sekitar tahun 1200, Petra kembali menjadi dunia yang hilang.
Penampangan Reruntuhan Petra
Kemudian kota dibiarkan kosong dan terbengkalai selama beberapa abad. Reruntuhan kota yang terkubur di bawah tanah akhirnya ditemukan oleh seorang wisatawan Eropa yang menyamar dalam pakaian Beduin untuk berbaur masuk ke dalam masyarakat lokal, pada awal tahun 1800.

Kemudian kota dibiarkan kosong dan terbengkalai selama beberapa abad. Reruntuhan kota yang terkubur di bawah tanah akhirnya ditemukan oleh seorang wisatawan Eropa yang menyamar dalam pakaian Beduin untuk berbaur masuk ke dalam masyarakat lokal, pada awal tahun 1800.

7. Sisa Reruntuhan
Memasuki Petra memang seolah memasuki dunia ajaib. Di ujung jalan menurun setelah gerbang, turis berhadapan dengan Al Siq. Itu adalah gang kecil sepanjang 1,2 kilometer yang diapit tebing-tebing tegak lurus. Tebing itu menjulang setinggi sekitar 100 meter. Gang itu benar-benar sempit.

Saat Roma menyerang dan menduduki kota itu pada 106 M, keruntuhan Petra dimulai. Serangkaian gempa bumi yang melanda, serta munculnya jalur-jalur perdagangan baru memaksa Petra mencapai titik nadir di masa Kekaisaran Byzantine pada sekitar pertengahan abad 700 M. Dan di puncak tebing, gang itu bisa menyempit hingga nyaris bersentuhan. Tak pelak, sinar matahari pun tak bisa sepenuhnya masuk.

Meski sempit dan temaram, Al Siq adalah gerbang yang sebenarnya menuju Petra. Pada masa lalu, lalu lintas di jalan itu cukup padat oleh kereta dagang. Sisa-sisa jalan Romawi pun masih tampak.

Begitu keluar dari Al Siq, pengunjung langsung berhadapan dengan Al Khasneh atau Treasury, istana bergaya Yunani-Romawi. Sekitar 100 meter sebelum keluar dari Al Siq, Treasury itu sudah tampak menyembul dari sela-sela gang. Warnanya merah keemasan.

Reruntuhan Tiang Petra
Begitu Al Khasneh benar-benar �muncul�, banyak pengunjung yang berdecak kagum sembari mendongak. Layak jika Petra menjadi anggota baru Tujuh Keajaiban Dunia. Al Khasneh, salah satu di antara puluhan istana di Petra, memang mengagumkan. Lebar bangunan itu 30 meter dengan tinggi 43 meter. Di dalam bangunan itu terdapat aula besar yang bisa menampung ratusan orang. Kini aula tersebut tak boleh dimasuki. Ada pagar yang dijaga polisi gurun dengan pakaian khas. Yaitu, jubah hijau, sabuk amunisi menyilang berwarna merah, dan senjata laras panjang bergaya abad ke-18.

Enam pilar bergaya Romawi �menyangga� Al Khasneh. Tak benar-benar menyangga. Sebab, Treasury sungguh-sungguh dipahat pada bukit batu yang tegak lurus. Ukiran dan arsitekturnya masih terjaga lantaran posisinya yang cukup terlindungi.

Konon, pada masa kejayaannya, bangsa Nabatea menyimpan harta karun (treasure) di patung kendi yang terletak di puncak bangunan (itulah asal sebutan Al Khasneh atau Treasury). Cerita itu berkembang berabad-abad. Saking percayanya, pada 1950-an, seorang turis menembak kendi tersebut. Alih-alih emas permata, tembakan itu cuma menghasilkan cuilan batu dan debu yang membuat kelilipan.

Banyak turis hanya menikmati Petra hingga Al Khasneh. Di depan bangunan yang menjadi ikon Petra itu mereka berfoto bersama sambil membeli berbagai suvenir atau menikmati kopi dan teh Arab di bawah tenda-tenda ala orang Beddouin (bangsa pengembara di jazirah Arab).

Namun, sebagian besar lagi memilih untuk pergi ke jantung Petra. Pemandangan tak kalah menakjubkan terhampar di kawasan tengah tersebut. Dinding-dinding cadas yang diukir ala rumah-rumah. Kuil-kuil dan makam yang �menggantung� di perbukitan batu merah, hingga ceruk-ceruk kecil sebagai tempat beristirahat. Ada sekitar 12 kuil dan makam yang tampak apik. Yang lain tinggal sisa-sisa pahatan akibat digerus angin gurun.

Peninggalan yang juga terawat adalah Roman Amphitheatre, tempat pertunjukan ala Romawi. Bangunan berumur sekitar 2 ribu tahun itu berdiri sekitar 800 meter di barat Al Khasneh. Dulu, Amphitheatre yang juga dipahat di bukit karang itu bisa menampung hingga 4 ribu orang. �Saya heran, berapa ribu pemahat yang bekerja untuk membangun kota ini,� kata Olaf Gunther, mahasiswa Jerman yang mengunjungi Petra bersama kawan wanitanya.

Berjalan lagi sekitar 1 kilometer ke barat laut, reruntuhan kota kuno terlihat jelas. Misalnya, jalanan batu yang dihiasi pilar-pilar besar, kuil-kuil yang dipahat di bukit, hingga bekas kuil besar yang kini dimanfaatkan sebagai museum.

8. Menurut Para Ahli
Di Petra terdapat amat banyak bangunan religius semacam kuil, biara, makam, atau tempat pengorbanan. Semua bangunan tersusun dari batu pasir nan kokoh, dengan perpaduan arsitektur Timur Tengah dan Arab. Keindahannya luar biasa.

Alkisah suku Nabatea memang hebat dalam hal arsitektur tata kota. Kemampuan mereka juga menghasilkan inovasi-inovasi dalam sistem irigasi, transportasi, dan penyimpanan.

Namun hingga saat ini, pengetahuan tentang suku Nabatea tergolong masih sedikit, belum lengkap. Begitu pun mengenai Petra sendiri. "Baru lima belas persen dari kota yang kita sudah berhasil temukan, di bawah permukaan masih terdapat 85 persen sisanya, tak tersentuh," ungkap Zeidoun Al-Muheisen, seorang arkeolog Jordan's Yamouk University.

Bagaimana pun, para ahli arkeologi dan kepurbakalaan berpendapat bahwa mendalami penggalian misteri kota yang hilang ini juga akan membawa kepada jawaban atas sejarah dan peradaban suku Nabatea, yang sejauh ini diyakini berperan penting memegang kontrol luas di area Yordania sampai ke Jazirah Arab.

Sumber Referensi :
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Petra
2. http://www.dark-angel.co.cc
3. http://www.hilman.web.id/
4. http://nationalgeographic.co.id/kategori/4/arkeologi/
5. http://betamedialink.blogspot.com/2008/01/petra-kota-di-dinding-batu.html

0 comments:

Post a Comment

Komentar yang berisi iklan barang atau jasa akan segera dihapus. Begitu pula komentar yang mengandung hinaan, sara, atau berisikan hal negatif lainnya.